jam

Jumat, 09 Oktober 2009

KUALITAS RUMAH RAMAH BENCANA TERUJI DI SUMBAR

KUALITAS RUMAH RAMAH BENCANA TERUJI DI SUMBAR


Gempa bumi yang mencapai 7,6 skala Richter akhir bulan September di Sumatera Barat telah mengakibatkan kerusakan sarana dan prasarana terutama rumah penduduk. Dan banyak juga rumah ibadah, gedung sekolah dan kantor yang rusak. Rumah penduduk di Sumatera Barat yang rusak berat diperkirakan 88.272 buah, rusak sedang 43.323 buah, dan rusak ringan 47.078 buah, termasuk didalamnya tentu rumah nelayan. Sebagai contoh, di Kabupaten Pasaman Barat, secara rinci rumah nelayan yang rusak berat adalah sebagai berikut. Di Jorong Pondok sebanyak 188 buah, Jorong Pasar Lamo 74 buah, Jorong Maligi 162 buah, Jorong Padang Halaban 126 buah, dan Katiagan 26 buah.

Di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan beberapa negara Eropa telah menerapkan peraturan pembangunan perumahan di pinggir pantai yang ramah bencana, misalnya ada building code yang menetapkan jarak minimal dari pantai, berbentuk panggung, berkonstruksi khusus sehingga kalau ada gempa bisa "elastis" dan sebagainya. DKP sudah membuat teknis pengaturan dan pembuatan rumah ramah bencana. Kiranya pemerintah daerah perlu mengadopsi tatanan tersebut untuk diterapkan di wilayahnya.

Pada gempa Sumatera Barat kali ini, disamping rumah penduduk juga terdapat fasilitas kelautan dan perikanan yang mengalami kerusakan. Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat yang terletak di JI. Koto Tinggi, Padang, mengalami rusak berat. Fasilitas pendidikan di Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri, Padang Pariaman, yang mengalami rusak parah adalah aula, gedung ruang makan taruna, laboratorium kimia, dan bengkel latih. Adapun kantor dan rumah guru hanya mengalami rusak ringan.

Selama ini, dalam rangka mengantisipasi dampak bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, rob dan tsunami, DKP telah mensosialisasikan pembangunan kawasan pesisir berbasis mitigasi bencana, antara lain meliputi tata ruang pesisir,

zonasi untuk berbagai keperluan di pesisir (termasuk perumahan) dan konstruksi rumah ramah bencana (building code). Pad a tahun 2009, melalui dana stimulus DKP membangun 2.075 unit rumah ramah bencana yang terdistribusi pada 50 kabupaten pada 21 propinsi dengan anggaran Rp 100 mi/yar. Secara keseluruhan, selama tahun 2006-2009 DKP telah membangun 2.609 unit rumah ramah bencana, dimana 261 unit diantaranya dibangun di Provinsi Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam, dan Kabupaten Pasaman Barat.

Kondisi rumah ramah bencana di Sumatera Barat terbukti tetap berdiri kokoh pasca gempa bumi tanggal 30 September lalu di wilayah tersebut. Keberadaan rumah ramah bencana telah memberikan manfaat bagi masyarakat nelayan, yaitu menurunnya kerugian dan kerusakan pemukiman akibat bencana. Pada tahun 2010, DKP akan tetap mengalokasikan dana APBN untuk pembangunan rumah ramah bencana, dan pembangunannya akan diprioritaskan pada daerah yang terkena gempa bumi, seperti wi/ayah pesisir selatan Jawa Barat, dan Sumatera Barat.

Pembangunan rumah ramah bencana memiliki 3 (tiga) rancangan. Pertama, rumah panggung yang tahan gempa dan tsunami, fokus dilaksanakan di Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Pantai Selatan Nusa Tenggara Barat, Papua dan Sulawesi bagian Utara. Kedua, rumah panggung yang tahan banjir dan rob (air pasang) fokus pembangunannya di Pantai Utara Jawa, Madura dan Sulawesi Selatan. Ketiga, rumah tahan gempa dan tsunami yang dibangun jauh dari bibir pantai.

Disamping kerugian fisik, keluarga kelautan dan perikanan juga prihatin atas terjadinya musibah yang dialami di Hotel Ambacang, Padang. Hari itu (30/10) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, Ir. Yosmeri baru saja membuka pelatihan atau bimbingan teknis tentang Produk Perikanan Nilai Tambah, yakni upaya pengembangan pengolahan hasi/ laut guna meningkatkan pendapatan nelayan atau pengolah ikan. Pelatihan tersebut diikuti oleh 30 orang nelayan dari Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat. Pada saat istirahat menunggu acara pelatihan berikutnya, terjadi gempa 7,6 skala richter tersebut. Hotel Ambacang, Padang, sebagai tempat berlangsungnya kegiatan tersebut runtuh, lantai 3 sampai dengan 6 menindih lantai di bawahnya. Sampai saat ini, yang dinyatakan meninggal adalah sebanyak 17 orang, 15 orang luka berat, 4 orang luka ringan, dan 1 orang masih belum ditemukan, yakni Azrina Chaidir, SPi, MSi, dari Departemen Kelautan dan Perikanan.

Sebagai ungkapan duka, karyawan dan karyawati Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta telah menyampaikan dana sumbangan untuk sementara sebesar Rp. 108 juta kepada keluarga korban. Saat ini pengumpulan dana masih berlangsung, termasuk untuk keluarga nelayan. Untuk tujuan yang sama, Asosiasi Kepala Dinas KP provinsi se Indonesia (AKADIN PROP KP) dan Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) juga sedang menggalang dana bantuan, terutama untuk masyarakat pesisir dan korban musibah lainnya.

Tidak ada komentar: