jam

Rabu, 17 Juni 2009

Kontes KOI 2009 Sukses....

KONTES IKAN KOI INTERNASIONAL BERLANGSUNG SUKSES


Ikan koi memiliki potensi dan prospek yang sangat besar di Indonesia . Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Depertemen Kelautan dan Perikanan, Widi Agoes Pratikto dalam Award Ceremony kegiatan The 5th All Indonesia Young Koi Show 2009 yang berlangsung di Grand Majesty Convention Hall Semarang , Minggu 14 Juni 2009.

Dianggap potensial di Indonesia , karena negeri ini sebagai negara kepulauan yang memiliki panjang pantai 95.181 Km, dengan suhu stabil dan hangat sepanjang tahun. Prospeknya dianggap cerah mengingat terjadinya perubahan budaya, gaya hidup dan pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan masyarakat tidak berhenti pada kebutuhan dasar pangan, sandang dan papan saja. Lebih dari itu menuntut hiburan, keindahan, kenikmatan hidup, status social dan sebagainya yang diantaranya termasuk komiditi hiburan seperti ikan koi sebagai ikan hias yang eksklusif.

Oleh sebab itu kita harus siap dalam menanggapi tantangan-tantangan seperti ini. Pertama, pengembangan koi harus professional, berdasarkan kaidah ilmiah, sehingga selanjutnya perguruan tinggi dan lembaga penelitian harus proaktif bekerja sama dengan pengusaha dan masyarakat dalam pengembangan ikan koi, termasuk aspek bioteknologinya. Kedua pecinta koi Indonesia harus berusaha semaksimal mungkin melakukan alih teknologi, sehingga tidak terlalu tergantung penuh kepada bangsa lain, misalnya Jepang.

Kegiatan di Semarang tersebut bukan hanya pameran ikan koi, tapi sekaligus kontes bertaraf internasional. Kepada Juara Utama kelas ukuran 56 - 65 Cm diberikan Piala Grand Champion dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi. Pemenang Grand Champion pada kontes kali ini adalah Haryanto P. dari Jakarta. Penilaian dilakukan oleh lima juri yang semuanya berasal dari Jepang yang dipimpin oleh Konji Konishi. Para juri mengungkapkan kekagumannya terhadap kualitas koi Indonesia, yang ternyata tidak kalah dibanding dengan ikan koi terbaik yang ada di Jepang.

Asosiasi Pecinta Koi Indonesia (APKI) atau disebut pula Indonesia Nishikigoi Association menyelenggarakan kegiatan ini dengan tujuan untuk mempererat komunikasi antar pecinta ikan koi di seluruh Indonesia dan luar negeri. APKI didirikan oleh tujuh klub dari berbagai kota di Indonesia pada Oktober 2002. Kini APKI telah berkembang dengan anggotanya menjadi 16 klub, yaitu ZNA Bandung Chapter, Shinkokai Indonesia, ZNA Surabaya Chapter, Semarang Koi Club, Jogjakarta Koi Club, Blitar Koi Club, dan Sukabumi Koi Society. Berikutnya ditambah Makasar Koi Club, Koi Owners of Indonesia Society, Koi Club Sumatera Barat, Parahyangan Koi Club, Bengawan Koi Club, Bogor Nishikigoi Club, Medan Koi Club, Jakarta Koi Club dan terakhir Pinrang Koi Club.

Dengan mengembangkan minat masyarakat dalam memelihara ikan koi, dapat meningkatkan kesejahteraan peternak ikan koi, disamping juga dapat meningkatkan citra Indonesia di bidang ini. Kontes kali ini diikuti oleh lebih dari 878 peserta, memperebutkan 456 nomor kejuaraan yang terdiri dari 14 kelompok jenis ikan koi, 10 ukuran, berkala lima mulai dari kurang 20 Cm sampai dengan 65 Cm, serta 39 nomor utama.

Kontes dan pameran young koi ini telah berlangsung sebelumnya sebanyak empat kali, yakni pertama di Semarang tanggal 6 - 8 Juni 2003, kedua di Surabaya pada tahun 2005, ketiga di TMII Jakarta tahun 2007 dan yang keempat tanggal 30 Mei -1 Juni tahun lalu di Kemayoran Jakarta. Disebut young koi, untuk ukuran yang dibatasi maksimum panjang 65 Cm. Untuk koi dewasa diselenggarakan pertama di Jakarta tanggal 19 -21 Desember 2003, dilanjutkan dengan yang kedua tahun 2005, ketiga tahun 2006, keempat tahun 2007 dan yang kelima tahun 2008 di MGK Kemayoran. Kontes untuk koi dewasa ini panjang ikan tidak dibatasi, ada yang sampai satu meter.

Melihat potensi dan prospek yang besar tersebut, tantangan untuk menempatkan Indonesia sebagai produsen dan pensuplai ikan koi terbesar di dunia, memerlukan kebersamaan antara pemerintah, pengusaha, pembudidaya, serta para peneliti.


Jakarta, Juni 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

Hari kelautan dunia sudah ditetapkan

PBB TETAPKAN HARI KELAUTAN DUNIA


Hari besar internasional bertambah satu lagi, yakni Hari Kelautan Dunia, yang acara resmi ditetapkan oleh PBB untuk diperingati setiap tahun tanggal 8 Juni, mulai tahun 2009. Gagasan ini telah diusulkan oleh Kanada pada tanggal 8 Juni 1992 dalam Earth Summit (Konferensi Bumi) di Rio de Jainairo, Brasil, dan telah diperingati sejak saat ini setiap tahun, secara tidak resmi.

Dalam hari pertama memperingati Hari Kelautan Dunia, Sekretaris Jenderal PBB, Bam Ki-moon, menyampaikan ajakan untuk memperhatikan berbagai cara lautan telah berperan positif terhadap umat manusia. Kita harus memahami pula tantangan yang dihadapi untuk memelihara kemampuannya dalam “mengatur” iklim dunia, mendukung berfungsinya ekosistem dan menyajikan mata pencaharian secara berkelanjutan, serta lokasi rekreasi yang aman.

Selanjutnya ia menyinggung tentang berbagai kegiatan manusia yang menyangga laut dan samudera di dunia. Ada perusakan ekosistem laut, seperti terumbu karang. Sektor prioritas yang sangat penting telah terganggu oleh over fishing (kegiatan lebih tangkap), IUU fishing, penggunaan cara atau alat yang merusak, makin langkahnya jenis ikan tertentu, serta pencemaran terhadap laut, yang kebanyakan berasal dari darat. Perekonomian nasional dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kehidupan di laut terancam oleh dampak perubahan iklim, seperti peningkatan suhu, naiknya permukaan laut serta pengasaman di laut.

Lautan juga diganggu oleh kegiatan kejahatan. Bajak laut atau perampokan bersenjata telah mengancam kehidupan atau negara para pelaut, serta keamanan angkutan kapal internasional. Padahal transportasi barang di dunia ini 90% melalui laut. Penyelundupan narkoba atau bahkan “penyelundupan manusia” adalah contoh lain kejahatan yang mengancam kehidupan, kedamaian dan keamanan di lautan.

Berbagai ketentuan, landasan hukum atau konvensi telah banyak dihasilkan oleh PBB untuk mengatur kelautan. Landasan utama adalah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1985.. Semua itu untuk mengatur tata kelola yang terkait dengan laut, serta sarana kerjasama antar bangsa dan negara. Oleh karenanya diharapkan agar seluas mungkin diimplementasikan.

Tema hari kelautan dunia adalah “Laut Kita, Tanggungjawab Kita”, menekankan tanggungjawab individu serta tugas kolektif untuk melindungi lingkungan perairan antar hati-hati dalam memanfaatkannya agar tetap dapat dinikmati tapi tetap lestari. Lautan yang produktif, sehat dan selamat adalah bagian intergral dari kebutuhan umat manusia, keamanan, ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Dengan adanya Hari Besar tersebut setiap tanggal 8 Juni kita diingatkan kepedulian terhadap lautan serta berpeluang untuk melakukan sesuatu yang positif.

The Ocean Project dan the World Ocean Network dengan didukung oleh the Global Forum on Oceans, Coasts and Islands sejak tahun 2003 telah mengadakan peringatan Hari Kelautan Dunia setiap tanggal 8 Juni. Jean-Michel Constean, Ketua Ocean Future Society dan Ketua World Ocean Network Committee of Honorer telah mengawali mengenalkan Hari Kelautan Dunia ini ke PBB pada tahun 2003. Semua lembaga swadaya masyarakat (NGO) tersebut akan memperjuangkan pula masuknya kelautan sebagai faktor penting dalam pertemuan UNCCCP di Copenhagen, Denmark pada bulan Desember 2009 yang akan datang.

Di Indonesia, perhatian terhadap lautan sangat menonjol dengan adanya Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, serta ratifikasi UNCLOS 1982 pada tahun 1985. Perhatian lebih konkrit tampak pada terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 10 November 1999 dibawah kepemimpinan KH. Abdurahman Wahid. Yang terakhir kita saksikan bersama penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) yang menghasilkan Manado Ocean Declaration (MOD) tanggal 11-14 Mei 2009 yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menanamkan paradigma kelautan di dunia.

Jakarta, Juni 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed

Rabu, 03 Juni 2009

hukum MLM lagiii....

Oleh Drs. Hafidz Abdurrahman, MA.*)
Pengantar

Multilevel marketing secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan hubungan pada dua level yang berbeda atas dan bawah, maka seseorang disebut up line jika mempunyai down line, baik satu maupun lebih. Bisnis yang menggunakan multilevel marketing ini memang digerakkan dengan jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Meski masing-masing perusahaan dan pebisnisnya menyebut dengan istilah yang berbeda-beda. Demikian juga dengan bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal, dan horisontal. Misalnya, Gold Quest dari satu orang disebut TCO (tracking centre owner), untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dia harus mempunyai jaringan; 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri, sehingga baru disebut satu level. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Masing-masing level tersebut kemudian mendapatkan bonus (komisi) sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. Meski perusahaan ini tidak menyebut dengan istilah multilevel marketing, namun diakui atau tidak, sejatinya praktek yang digunakan adalah praktek multilevel marketing.

Demikian halnya dengan praktek pebisnis yang lainnya dengan aturan dan mekanisme yang berbeda. Misalnya, dari atas ke bawah, tanpa ditentukan struktur horizontalnya, tetapi langsung dari atas ke bawah. Setelah itu, masing-masing level tadi mendapatkan bonus dari perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang dipatok oleh masing-masing perusahaan yang diikutinya,

Untuk masuk dalam jaringan bisnis pemasaran seperti ini, biasanya setiap orang harus menjadi member (anggota jaringan) – ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor -; kadangkala membership tersebut dilakukan dengan mengisi formulir membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran, disertai dengan pembelian produk tertentu agar member tersebut mempunyai point, dan kadang tanpa pembelian produk. Dalam hal ini, perolehan point menjadi sangat penting, karena kadangkala suatu perusahaan multilevel marketing menjadi point sebagai ukuran besar kecilnya bonus yang diperoleh. Point tersebut bisa dihitung berdasarkan pembelian langsung, atau tidak langsung. Pembelian langsung biasanya dilakukan oleh masing-masing member, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan member tersebut. Dari sini, kemudian ada istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah dengan potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member.

Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee (pemakelaran) – sebagaimana istilah mereka – yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan include di dalamnya pembelian produk. Dalan hal ini, satu member Gold Quest harus membangun formasi 5-5 untuk satu levelnya, dan cukup sekali pendaftaran diri menjadi membership, maka member tersebut tetap berhak mendapatkan bonus. Tanpa dihitung lagi, berapa pembelian langsung maupun tak langsungnya. Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perusahaan lain. Seorang member/distributor harus menseponsori orang lain agar menjadi member/distributor dan orang ini menjadi down line dari orang yang menseponsorinya (up line-nya). Begitu seterusnya up line “harus” membimbing down line-nya untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan. Sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan. Sekalipun tidak ditentukan formasi jaringan horizontal maupun vertikalnya.

Fakta Umum Multilevel Marketing

Dari paparan di atas, jelas menunjukkan bahwa multilevel marketing – sebagai bisnis pemasaran --- tersebut adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu; bisa top-down (atas-bawah) atau left-right (kiri-kanan), dengan kata lain, vertikal atau horizontal; atau perpaduan antara keduanya. Namun formasi seperti ini tidak akan hidup dan berjalan, jika tidak ada benefit (keuntungan), yang berupa bonus. Bentuknya, bisa berupa (1) potongan harga, (2) bonus pembelian langsung, (3) bonus jaringan – istilah lainnya komisi kepemimpinan -. Dari ketiga jenis bonus tersebut, jenis bonus ketigalah yang diterapkan di hampir semua bisnis multilevel marketing, baik yang secara langsung menamakan dirinya bisnis MLM ataupun tidak ,seperti Gold Quest. Sementara bonus jaringan adalah bonus yang diberikan karena faktor jasa masing-masing member dalam membanguan formasi jaringannya. Dengan kata lain, bonus ini diberikan kepada member yang bersangkutan, karena telah berjasa menjualkan produk perusahaan secara tidak langsung. Meski, perusahaan tersebut tidak menyebutkan secara langsung dengan istilah referee (pemakelaran) seperti kasus Gold Quest, - istilah lainnya sponsor, promotor – namun pada dasarnya bonus jaringan seperti ini juga merupakan referee (pemakelaran).

Karena itu, posisi member dalam jaringan MLM ini, tidak lepas dari dua posisi : (1) pembeli langsung, (2) makelar. Disebut pembeli langsung manakala sebagai member, dia melakukan transaksi pembelian secara langsung, baik kepada perusahaan maupun melalui distributor atau pusat stock. Disebut makelar, karena dia telah menjadi perantara – melalui perekrutan yang telah dia lakukan – bagi orang lain untuk menjadi member dan membeli produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi dalam bisnis MLM yang menamakan multilevel marketing, maupun refereal business.

Dari sini, kasus tersebut bisa dikaji berdasarkan dua fakta di atas, yaitu fakta pembelian langsung dan fakta makelar. Dalam prakteknya, pembelian langsung yang dilakukan, disamping mendapatkan bonus langsung, berupa potongan, juga point yang secara akumulatif akan dinominalkan dengan sejumlah uang tertentu. Pada saat yang sama, melalui formasi jaringan yang dibentuknya, orang tersebut bisa mendapatkan bonus tidak langsung. Padahal, bonus yang kedua merupakan bonus yang dihasilkan melalui proses pemakelaran, seperti yang telah dikemukakan.
Hukum Syara’ Seputar Dua Akad dan Makelar

Dari fakta-fakta umum yang telah dikemukakan di atas, bisa disimpulkan bahwa praktek multilevel marketing tersebut tidak bisa dilepaskan dari dua hukum, bisa salah satunya, atau kedua-duanya sekaligus:

1. Hukum dua akad dalam satu transaksi, atau yang dikenal dengan istilah shafqatain fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad jual-beli (bay’), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran).
2. Hukum pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik (malik) langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi.



Mengenai kasus shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, telah banyak dinyatakan dalam hadits Nabis SAW, antara lain, sebagai berikut:

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, an Nasa’i dan at Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. Yang menyatakan :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

“Nabi SAW, telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian”.1

Dalam hal ini, as Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan:


Jika seseorang mengatakan : Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda.2

Dalam konteks ini, maksud dari bay’atayn fi bay’ah adalah melakukan dua akad dalam satu transaksi, akad yang pertama adalah akad jual beli budak, sedangkan yang kedua adalah akad jual-beli rumah. Namun, masing-masing dinyatakan sebagai ketentuan yang mengikat satu sama lain, sehingga terjadilah dua transaksi tersebut include dalam satu aqad.

2. Hadits dari al-Bazzar dan Ahmad, dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan :



نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِي صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ

Rasululllah SAW telah melarang dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).3

Hadits yang senada dikemukan oleh at Thabrani dalam kitabnya, al-Awsath, dengan redaksi sebagai berikut:

لا تحل صفقتان في صفقة

Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).4

Maksud hadits ini sama dengan hadits yang telah dinyatakan dalam point 1 di atas. Dalam hal ini, Rasulullah SAW, dengan tegas melarang praktek dua akad (kesepakatan) dalam satu aqad (kesepakatan).

3. Hadits Ibn Majah, al Hakim dan Ibn Hibban dari ‘Amr bin Syuyb, dari bapaknya, dari kakeknya, dengan redaksi:

لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ

Tidak dihalalkan salaf (akad pemesanan barang) dengan jual-beli, dan tidak dihalalkan dua syarat dalam satu transaksi jual-beli.5

Hadits ini menegaskan larangan dalam dua konteks hadits sebelumnya, dengan disertai contoh kasus, yaitu akad salaf, atau akad pemesanan barang dengan pembayaran di depan, atau semacam inden barang, dengan akad jual-beli dalam satu transaksi, atau akad. Untuk mempertegas konteks hadits yang terakhir ini, penjelasan as-Sarakhsi – penganut mazhab Hanafi – bisa digunakan. Beliau juga menjelaskan, bahwa melakukan transaksi jual-beli dengan ijarah (kontrak jasa) dalam satu akad juga termasuk larangan dalam hadits tersebut.6

Dari dalalah yang ada, baik yang menggunakan lafadz: naha (melarang), maupun laa tahillu/yahillu (tidak dihalalkan) menunjukkan, bahwa hukum muamalah yang disebutkan dalam hadits tersebut jelas haram. Sebab, ada lafadz dengan jelas menunjukkan keharamannya, seperti: la tahillu/yahillu. Ini mengenai dalil dan hukum yang berkaitan dengan dua transaksi dalam satu akad, serta manath hukumnya.

Mengenai akad (shafqah)-nya para ulama’ mendefinisikannya sebagai :

Akad merupakan hubungan antara ijab dan qabul dalam bentuk yang disyariatkan, dengan dampak yang ditetapkan pada tempatnya.7

Maka, suatu tasharruf qawli (tindakan lisan) dikatakan sebagai akad, jika ada ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan), ijab (penawaran) dari pihak pertama, sedangkan qabul (penerimaan) dari pihak kedua. Ijab dan qabul ini juga harus dilakukan secara syar’i, sehingga dampaknya juga halal bagi masing-masing pihak. Misalnya, seorang penjual barang menyakan : Saya jual rumah saya ini kepada anda dengan harga 50 juta, adalah bentuk penawaran (ijab), maka ketika si pembeli menyakan : Saya beli rumah anda dengan harga 50 juta, adalah penerimaan (qabul). Dampak ijab-qabul ini adalah masing-masing pihak mendapatkan hasil dari akadnya; si penjual berhak mendapatkan uang si pembeli sebesar Rp. 50 juta, sedangkan si pembeli berhak mendapatkan rumah si penjual tadi. Inilah bentuk akad yang diperbolehkan oleh syara’.

Di samping itu, Islam telah menetapkan bahwa akad harus dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara; zat (barang atau benda) atau jasa (manfaat). Misalnya, akad syirkah dan jual beli adalah akad yang dilakukan terhadap zat (barang atau benda), sedangkan akad ijarah adah akad yang dilakukan terhadap jasa (manfaat). Selain terhadap dua hal ini, maka akad tersebut statusnya batil.

Adapun praktek pemakelaran secara umum, hukumnya adalah boleh berdasarkan hadits Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani, yang menyatakan:

Kami biasa membeli beberapa wasaq di Madinah, dan biasa menyebut diri kami dengan samasirah (bentuk plural dari simsar, makelar), kemudian Rasulullah SAW. Keluar menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik daripada sebutan kami. Beliau menyatakan: Wahai para tujjar (bentuk plural dari tajir, pedagang), sesungguhnya jual-beli itu selalu dihinggapi kelalaian dan sesumpah, maka bersihkan dengan sedekah.8

Hanya, yang perlu dipahami adalah fakta pemakelaran yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan oleh as Sarakhsi ketika mengemukakan hadits ini adalah:

Simsar adalah sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain dengan kompensasi (upah atau bonus). Baik untuk menjual maupun membeli.9

Ulama penganut Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya, al-Mutalli’, telah meyatakan definisi tentang pemakelaran, yang dalam fiqih dikenal dengan samsarah, atau dalal tersebut, seraya menyakan:

Jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli; dikatakan: saya telah menunjukkan anda pada sesuatu – dengan difathah dal-nya, dalalat(an), dan dilalat(an), serta didahmmah dalnya, dalul(an), atau dululat(an) – jika anda menunjukkan kepadanya, yaitu jika seorang pembeli menunjukkan kepadanya, maka orang itu adalah simsar (makelar) antara keduanya (pembeli dan penjual), dan juga disebut dalal.10

Dari batasan-batasn tentang pemakelaran di atas, bisa disimpulkan, bahwa pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (maalik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawwith al mutawwith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran.
Hukum Dua Akad dan Makelar dalam Praktek MLM

Mengenai status MLM, maka dalam hal ini perlu diklasifikasikan berdasarkan fakta masing-masing. Dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, maka bisa disimpulkan:

1. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, yang untuk itu orang yang akan menjadi member tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member – apapun istilahnya, apakah membeli posisi ataupun yang lain – disertai membeli produk. Pada waktu yang sama, dia menjadi referee (makelar) bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, maka praktek MLM seperti ini, jelar termasuk dalam kategori hadits : shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, dalam hal ini, orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran secara bersama-sama dalam satu akad. Maka, praktek seperti ini jelas diharamkan sebagaimana hadits di atas.
2. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk, meski untuk itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (point), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya, maka praktek ini juga termasuk dalam kategori shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu. Dampaknya, ketika pada suatu hari dia membeli produk – meski pada saat mendaftar menjadi member tidak melakukan pembelian – dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat bonus (point) karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member. Dengan demikian pada saat itu ia menandatangani dua akad yaitu akad membership dan akad samsarah (pemakelaran).
3. Pada saat yang sama, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang. Kasus ini, persis seperti orang yang mendaftar sebagai anggota asuransi, dengan membayar polis asuransi untuk mendapatkan jaminan P.T. Asuransi. Berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon, yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dan karenanya, MLM seperti ini juga telah melanggar ketentuan akad syar’i, sehingga hukumnya tetap haram.



Ini dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, yang jelas hukumnya haram. Adapun dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, maka bisa disimpulkan, semua MLM hampir dipastikan mempraktekkan samsarah ‘ala samsarah (pemakelarah terhadap pemakelaran). Karena justru inilah yang menjadi kunci bisnis multilevel marketing. Karena itu, dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, bisa dikatakan MLM yang ada saat ini tidak ada yang terlepas dari praktek ini. Padahal, sebagaimana yang dijelaskan di atas, praktek samsarah ‘ala samsarah jelas bertentangan dengan praktek samsarah dalam Islam. Maka, dari aspek yang kedua ini, MLM yang ada saat ini, prakteknya jelas telah menyimpang dari syariat islam. Dengan demikian hukumnya haram.
Kesimpulan

Inilah fakta, dalil-dalil, pandangan ulama’ terhadap fakta dalil serta status tahqiq al-manath hukum MLM, dilihat dari aspek muamalahnya. Analisis ini berpijak kepada fakta aktivitasnya, bukan produk barangnya, yang dikembangkan dalam bisnis MLM secara umum. Jika hukum MLM dirumuskan dengan hanya melihat atau berpijak pada produknya – apakah halal ataukah haram – maka hal itu justru meninggalkan realita pokoknya, karena MLM adalah bentuk transaksi (akad) muamalah. Oleh karenanya hukum MLM harus dirumuskan dengan menganalisis keduanya, baik akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi yang ada dalam MLM telah dijelaskan dalam paparan di atas.

Adapun dari aspek produknya, memang ada yang halal dan haram. Meski demikian, jika produk yang halal tersebut diperoleh dengan cara yang tidak syar’i, maka akadnya batil dan kepemilikannya juga tidak sah. Sebab, kepemilikan itu merupakan izin yang diberikan oleh pembuat syariat (idzn asy-syari’) untuk memanfaatkan zat atau jasa tertentu. Izin syara’ dalam kasus ini diperoleh, jika akad tersebut dilakukan secara syar’i, baik dari aspek muamalahnya, maupun barangnya.

Dengan melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang diperjual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara’ baik dari sisi shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan akad karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat diskon dan bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya adalah haram.

Namun, jika ada MLM yang pdouknya halal, dan dijalankan sesuai dengan syariat Islam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran). Serta ketentuan hukum syara’ yang lain, maka tentu diperbolehkan. Masalahnya adakah MLM yang demikian?!

*****


---------------------------------------------------

*) Drs. Hafidz Abdurrahman MA , menyelesaikan S-1 di IKIP Malang jurusan bahasa Asing-Arab, menyelesaikan S-2 di University of Malaya, Malaysia, program studi Islamic Studies.

Catatan kaki :

1. Lihat, as-Syawkani, Nayl al-Awthar, Dar al-Jil, Beirut, 1973, Juz V, hal 248.
2. Lihat, as-Syawkani, Nayl al-Awthar, Dar al-Jil, Beirut, 1973, Juz V, hal 249.
3. Lihat, al-Haytsami, Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, Dar al-Kitab Al-Arabi, Beiurut, 1973, Juz IV, hal 84.
4. Lihat, al-Haytsami, Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, Dar al-Kitab Al-Arabi, Beiurut, 1973, Juz IV, hal 84.
5. Lihat, al-Asqalani, Talhish al-Habir, ed. Abdullah Hasyim al Yamani, t.p., Madinah, 1964, Juz III, hal. 12.
6. As-Sarakhsi, al-Mabsuth li as-Sarakhsi, Juz XX, hal 166.
7. Ibn al-Abidin, Hasyiyah Ibn Abidin, Juz II, h. 355, Wahbah az Syhayli, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz IV, hal 2918.
8. As-Sarakhsi, al-Mabsuth li as-Sarakhsi, juz XV, hal 115.
9. As-Sarakhsi, al-Mabsuth li as-Sarakhsi, juz XV, hal 116.
10. Muhammad bin Abi al-Fath, al-Muthalli’, ed. Muhammad Basyir al-Adlabi, al-Maktab al-Islami, Beirut, 1981, hal. 279.

mohon doanya....

untuk teman-teman ........mohon doanya agar saya dapat lulus pada tahun ini...aamiin...

Senin, 01 Juni 2009

jual beli dengan uang muka

Benarkah jual beli dengan sistem panjar (uang muka/downpayment-DP)? Kemudian jika pembeli menggagalkan, halalkah mengambil uang panjar tersebut? Bagaimana jual beli yang benar?

Jawab:
Jual beli ini dikenal dalam bahasa fiqih dengan istilah ‘urbun. Definisi terbaik untuk jual beli ini adalah apa yang telah disampaikan Ibnu Qudamah rahimahullahu, yaitu seseorang membeli barang kemudian membayarkan kepada penjual satu dirham atau semisalnya. Dengan syarat, bila pembeli jadi membelinya maka uang itu dihitung dari harga, dan jika tidak jadi membeliya maka itu menjadi milik penjual.
Tentang hukum jual-beli ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama:
1. Mayoritas para ulama, satu riwayat dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan yang dikuatkan oleh Abul Khaththab rahimahullahu dari kalangan ulama Hambali dan Ibnu Qudamah rahimahullahu mengatakan bahwa itulah yang sesuai dengan qiyas. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Asy-Syaukani rahimahullahu. Mereka semua mengatakan bahwa jual beli ‘urbun sesuai dengan gambaran di atas, batal. Dengan argumen hadits yang berbunyi:
نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعُرْبُوْنِ
“Rasulullah melarang jual beli ‘urbun.”
2. ‘Umar ibnul Khaththab, Abdullah – putranya – radhiyallahu 'anhuma, Ibnu Sirin, Nafi’ bin Abdul Harits, Zaid bin Aslam rahimahumullah, satu riwayat yang lain dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan yang masyhur di kalangan ulama Hambali, mereka membolehkan jual beli sesuai gambaran di atas.
Dengan alasan:
 Bahwa hadits yang disebutkan di atas dha'if/lemah1.
 Karena penjual bisa jadi menanggung kerugian dengan sebab masa tunggu. Misalnya harga barangnya menjadi turun atau penjual kehilangan calon-calon pembeli. Semua risiko ini ditanggung penjual bila pembeli mengurungkan niatnya untuk membeli. Demikian pula pembeli berikutnya bisa menawar lebih murah setelah ditinggalkan oleh pembeli pertama.
Namun demikian dinasihatkan kepada para penjual, bilamana ia tidak menanggung kerugian apa-apa agar mengembalikan uang itu dalam rangka menjaga sikap wara’.
Atas dasar yang membolehkan jual beli ‘urbun, maka dikecualikan tiga keadaan:
1. Pada sesuatu yang disyaratkan secara syar’i harus kontan pada masing-masing barang yang dipertukarkan, yaitu barang-barang yang mengandung riba (lihat penjelasan tentang Riba di Asy Syariah edisi 28). Misalnya uang, seperti menukar uang real Saudi dengan real Yaman. Maka tidak boleh menerapkan sistem ‘urbun.
2. Sesuatu yang disyaratkan untuk diserahkan secara kontan dan penuh pada salah satu barang yang dipertukarkan, yaitu pada jual beli sistem salam2. Di mana dipersyaratkan secara kontan memberikan uang secara penuh di muka. Maka tidak boleh diberlakukan sistem ‘urbun.
3. Pada kondisi penjual tidak memiliki barang yang dijual, maka tidak boleh dengan sistem ‘urbun.
(diringkas oleh Qomar ZA, dari penjelasan Asy-Syaikh Abdurrahman Al-’Adani dalam kitabnya Syarhul Buyu’, hal. 36-37)

1 Dianggap lemah oleh para ulama, di antaranya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Dha'iful Jami’ Ash-Shaghir, Dha’if Abu Dawud, Dha’if Ibnu Majah, Misykatul Mashabih. Dikarenakan sanadnya tidak tersambung antara Al-Imam Malik rahimahullahu dengan ‘Amr bin Syu’aib. Yakni Al-Imam Malik rahimahullahu meriwayatkan dengan cara balaghan.
2 Sistem salam yaitu seseorang membeli suatu barang yang belum ada di tangan penjual namun ada dalam pikirannya. Maka pembeli dan penjual menyepakati barang yang dibeli dan sifat-sifatnya lalu pembeli menyerahkan uangnya di muka secara penuh. Dalam hal ini disyaratkan barangnya harus jelas, sifatnya jelas, jumlahnya jelas dan waktunya jelas.

taman nasional wakatobi

Berdasarkan hasil survey oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Dept. Kehutanan dan WWF tahun 1989 serta voluntir dari Operation Wallacea dan Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) menunjukan bahwa Kepulauan Wakatobi memiliki potensi sumberdaya alam laut yang sangat melimpah, baik jenis maupun keunikannya serta panorama bawah laut yang menakjubkan.
Atas dasar hasil tersebut, Gubernur Sulawesi Tenggara mengeluarkan surat rekomendasi penunjukan Kepulauan Wakatobi sebagai kawasan konservasi laut. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Menteri Kehutanan RI menyetujui dan menunjuk Kepulauan Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut seluas 306.590 Ha atau setara dengan 13.000 km berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 462/kpts-II/95.Dalam perkembangannya Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Wakatobi diubah fungsinya menjadi Taman Nasional dengan luas 1.390.000 Ha melalui keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 393/kpts-VI/1996, yang mencakup 4 (empat) pulau utama yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Dari gabungan empat pulau itulah nama Waka-tobi terbentuk yang memiliki 61 desa dengan yang terbesar desa Wanci di pulau wangi-wangi.
Secara geografis letak kepulauan ini antara Laut Banda dan Laut Flores dan letak administratif berbatasan dengan Laut Banda dan Kabupaten Muna secara keseluruhan lokasi Taman Nasional Laut waktobi terletak di kaki ujung Pulau Sulawesi Bagian Tenggara.
Kawasan Taman Nasional Wakatobi mencakup seluruh Kepulauan Tukang besi yang mana sebagian masyarakatnya menjadi pengrajin besi. Dikepulauan ini tidak ada sungai-sungai besar, tetapi sungai bawah tanah yang merupakan ciri khas ekosistem kawasan ini, sungai-sungai bawah tanah itu muncul di pesisir sebagai sumber air minum walaupun agak terasa asin tetapi sumber air tersebut sangat penting dalam mendukung upaya pengembangan kepariwisataan.
Dalam pengelolaannya kawasan ini menerapkan sistem zonasi. Sistem ini membagi wilayah berdasarkan kepentingannya, potensinya dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan taman nasional laut. Dengan cara ini diharapkan pengelolaan kawasan akan lebih mudah terutama dalam melaksanakan pengawasan, pengamanan maupun pengaturan pemanfaatannya. Untuk mencapai kepulau ini dapat menggunakan sarana angkutan laut .
Daya tarik obyek wisata bahari yang dapat ditemukan di kawasan ini sangat beragam dengan keindahan yang luar biasa. Landskapnya yang unik dan indah menghiasi sekitar pantai-pantai di pulau wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pantai-pantai di kwasan ini sebagian landai dan hampir semua pantai memiliki pasir putih yang halus.
Selain beragam jenis ikan serta sumberdaya hayati laut lainnya seperti penyu, mamalia laut, ular serta burung laut, keindahan pemandangan alam bawah lautnya dilengkapi dengan dinding-dinding terumbu karang, puncak bukit yang dramatis serta kebun karang yang begitu luas membentang bagaikan lapangan besar bunga-bunga liar bawah laut.
Keindahan tersebut dapat dinikmati oleh pengunjung melalui kegiatan penyelaman dan snorkel bahkan ”sea viewing” setidaknya terdapat 30 lokasi selam yang cukup dikenal yang dapat dipilih oleh pengunjung. Lokasi wisata bahari yang bernuansa lingkungan seperti penyelaman dan snorkel tersebar di pulau wangi-wangi, Kaledupa, Hoga, Tomia, Binongko dan di sekitar pulau-pulau kecil yang terletak jauh dari kawasan timur taman nasional wakatobi.