TIGA LANDASAN UTAMA MANHAJ SALAF
Oleh
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani
Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]
Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dakwah salafiyah berdiri tegak di atas tiga landasan.
Pertama : Al-Qur'anul Karim
Kedua : Sunnah shahihah (hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih)
Para Salafiyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits-hadits shahih, (mengapa demikian) karena di dalam sunnah (dengan kesepakatan para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits lemah (dhaif), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan. Para ulama juga bersepakat perlunya ditasfiyah (penyeleksian) mana yang hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin "bersepakat" bahwa dasar yang kedua ini (yaitu Sunnah), tidak sepatutnya diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya), karena dalam hadits-hadits tersebut terdapat hadits dhaif maupun maudhu yang tidak boleh diamalkan sekalipun dalam fadhailul amal. Inilah dasar yang kedua.
Ketiga : Al-Qur'an dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in serta tabiut tabi'in.
Inilah keistimewaan dakwah Salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah yang berdiri di muka bumi di zaman ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.
Dakwah Salafiyyah mempunyai keistimewaan dengan dasar yang ketiga ini yaitu Al-Qur'an dan sunnah wajib dipahami sejalan dengan manhaj Salafus Shalih dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in (orang yang berguru kepada tabi'in), yaitu pada tiga masa yang pertama (100H-300H) yang telah diberi persaksian oleh hadits-hadits yang telah dimaklumi, bahwa masa itu adalah masa sebaik-baik umat. Semua ini berdasarkan pada dalil-dalil yang cukup sehingga menjadikan kita mengatakan dengan pasti bahwa setiap orang yang memahami Islam dan Al-Qur'an dan hadits tanpa disertai landasan yang ketiga ini, pasti akan "datang" dengan membawa ajaran Islam yang baru.
Bukti terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang (semakin) bertambah tiap hari. Penyebabnya karena tidak berpegang teguh pada tiga landasan ini, yaitu Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam dan Pemahaman Salafus Shalih. Oleh sebab itu kita dapati sekarang di negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama munculnya di Mesir (yaitu Jama'ah Takfir wal Hijrah). Kelompok ini menyebarkan pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya di berbagai negeri Islam dan mendakwakan berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah. Alangkah serupanya dakwaan mereka itu dengan dakwaan kelompok Khawarij. Karena kelompok khawarij juga mengajak kepada Al-Qur'an dan Sunnah, akan tetapi mereka menafsirkan Al-Qur'an dengan hawa nafsu mereka dengan tanpa melihat pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan saya banyak bertemu dengan anggota mereka serta berdebat dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia tidak menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia tidak menerima tafsir itu jika tidak sesuai dengan pendapatnya. Dan orang yang mengatakan perkataan ini tidak mampu membaca ayat Al-Qur'an dengan (lancar) tanpa kesalahan. Inilah sebab penyelewangan khawarij terdahulu yang mereka adalah orang-orang Arab asli, maka apa yang dapat kita katakan pada orang khawarij masa kini yang mereka itu jika bukan orang-orang non Arab secara nyata tetapi mereka adalah orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan orang-orang Ajam yang fasih berbahasa Arab ?
Inilah realita mereka, dengan berterus terang mengatakan bahwa mereka tidak menerima tafsir nash secara mutlak kecuali jika Salafush Shalih bersepakat atasnya, demikianlah yang dikatakan salah seorang di antara mereka (sebagai usaha penyesatan dan pengkaburan). Maka aku (Al-Albani) katakan padanya : "Apakah kamu meyakini kemungkinan terjadinya kesepakatan Salafus Shalih dalam penafsiran satu nash dari Al-Qur'an ?" dia berkata : "Tidak, ini adalah sesuatu yang mustahil" maka kukatakan : "Jika demikian, apakah engkau ingin berpegang pada yang mustahil ataukah engkau bersembunyi dibalik sesuatu ?" lalu diapun mundur dan diam.
Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok sejak masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan yang ketiga in, yaitu memahani Al-Qur'an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman (manhaj) Salafus Shalih.
Mu'tazilah, Murji'ah, Qadariyyah, Asy'ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh penyelewengan yang terdapat pada kelompok-kelompok itu penyebabnya adalah karena mereka tidak berpegang teguh pada pemahaman Salafus Shalih, oleh karena itu para ulama' peneliti berkata.
"Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih"
"Segala kejahatan tertumpu pada bid'ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)"
Ini bukan sya'ir, ini adalah perkataan yang disimpulkan dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" [An-Nisa' : 115]
Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
"Artinya : Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali".
Megapa Allah berfirman ?
"Artinya : Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Yaitu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan mengatakan : "Beginilah saya memahami Al-Qur'an dan beginilah saya memahami Hadits". Maka dikatakan kepadanya : "Wajib bagi kamu memahami Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman (Salafush Shalih). Nash Al-Qur'an ini didukung oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menguatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang perpecahan yang terjadi pada umatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : 'Semuanya di neraka kecuali satu kelompok' para sahabat bertanya siapa kelompok itu ya Rasulullah ? beliau bersabda : "Al-Jama'ah". Dalam riwayat yang lain : "Sesuatu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan para sahabatku berpijak padanya".
Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kelompok yang selamat itu berada di atas pemahaman jama'ah, yaitu jama'ah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ? (Yang demikian itu) agar tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta'wil dan orang-orang yang mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash Al-Qur'an dan hadits.
Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.
"Artinya : Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat" [Al-Qiyamah : 19-20]
Ayat ini adalah nash yang jelas dalam Al-Qur'an bahwa Allah Jalla Jalaluhu memberikan karuniaNya kepada hamba-hambaNya yang beriman pada hari kiamat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia, sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli syair yang beraqidah salaf. "Kaum mu'min melihat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan"
Mu'tazilah berkata : "Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya di dunia maupun di akhirat", (Jika ditanyakan kepadanya): "Akan tetapi kemana kamu membawa makna ayat itu ?" dia berkata : "Ayat itu bermakna : wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya". Jika ditanyakan kepadanya : "Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti (melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman : "Kepada Rabnyallah mereka melihat?" darimana kamu datangkan kata kenikmatan ? ia berkata : Ini adalah majas (kiasan).
Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam Al-Qur'an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terkuat dan terbesar yang telah merobohkan aqidah Islam. Ayat diatas, menetapkan suatu karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hambaNya yaitu mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari kiamat, tetapi orang-orang Mu'tazilah mengatakan ini tidak mungkin.
[Disalin dari Majalah : Al Ashalah, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/ 2003 - 14124H,Terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya]
1 komentar:
Fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah Seputar Hukum Video dan Kamera
Senin, 01-Januari-2007, Penulis: Ayyub Abu Ayyub, Yaman
1. Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah ditanya:
“Apa hukum pengajaran cara memandikan dan mengkafani (jenazah) melalui media video?”
Beliau menjawab:
“Pengajaran adalah dengan cara selain video, dikarenakan terdapat pada hadits-hadits shohih yang banyak tentang larangan menggambar (makhluk yang bernyawa) dan laknat terhadap orang-orang yang menggambar. (As’ilah Al Jam’iah Al Khairiyah di Syaqra’) (*1)
2. Dan beliau ditanya:
“Apakah perangkat televisi termasuk dalam bentuk menggambar? Ataukah yang haram hanya berupa hal-hal yang terpampang berupa program-program yang jelek?”
Beliau menjawab:
“Semua bentuk menggambar adalah haram” (Al Ibraz liaqwal Al Ulama’ fii Hukm At Tilfaz) (*2)
3. Asy Syaikh Al Albany berkata:
Mereka yang membolehkan menggambar gambar potret, membatasi hanya kepada cara menggambar yang dulu ma’ruf di zaman ketika hal itu dilarang. Mereka tidak mengolongkan pada hukum menggambar, terhadap cara yang baru ini, berupa gambar potret, dalam keadaan proses tersebut dinamakan menggambar secara bahasa, syar’i, akibat dan bahayanya. Seperti halnya yang demikian akan jelas dengan memperhatikan akibat dari pembedaan yang tersebut di atas. Aku pernah berkata kepada salah satu dari mereka, beberapa tahun lalu, “kalau demikian itu, berarti Mengharuskan kalian untuk membolehkan patung-patung yang tidak dipahat, hanya dengan menekan tombol listrik yang bersambung dengan alat khusus, terproduksilah puluhan patung dalam waktu beberapa detik saja…Apa yang kalian katakan pada hal yang demikian ini? Maka diapun bungkam!” (Adabu Az Zifaf) (*3)
4. Beberapa fatwa dari Al Lajnah Ad Daimah:
Pertanyaan: “Apakah fotografi masuk dalam hukum menggambar dengan tangan atau tidak?”
Jawaban: “Perkataan yang shohih yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syar’i, dan merupakan perkataan jumhur ulama adalah bahwasanya dalil-dalil pengharaman menggambar makhluk-makhluk yang bernyawa mencakup fotografi dan gambar tangan, 3 dimensi atau 2 dimensi karena keumuman dalil-dalil.
Pertanyaan: “Terdapat bentuk baru dalam menggambar yaitu apa yang kami saksikan di televisi dan video dan selainnya berupa fita film, dimana gambar seseorang seperti yang mereka katakan, nyata. Dan gambar bisa tersimpan padanya, dalam waktu yang lama. Apa hukum jenis yang seperti ini termasuk hukum menggambar?”
Jawaban: “Hukum menggambar mencakup apa yang engkau sebutkan tersebut” (5807)
Pertanyaan: “Apakah menggambar dengan menggunakan kamera video hukumnya termasuk dalam hukum gambar fotografi?”
Jawaban: “Ya, Hukum menggambar dengan video adalah hukum menggambar dengan fotografi, yaitu terlarang dan haram karena keumuman dalil-dalil.” (16259) (*4)
5. Asy Syaikh Sholeh Al Fauzan ditanya:
“Apa hukum penggunaan media pengajaran berupa video dan film dan yang selainnya, dalam pengajaran ilmu syar’i seperti tafsir dan fiqh dan yang selainnya?
Beliau menjawab: “Pendapatku, yang demikian tersebut TIDAK BOLEH, karena yang demikian tersebut mesti disertai dengan mengambil gambar, dan menggambar (makhluk yang bernyawa) hukumnya haram dan tidak terdapat di situ hal-hal darurat yang menuntut demikian.”(Al Muntaqo 513) (*5)
6. Asy Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah berkata:
“Termasuk kemungkaran yang besar adalah seorang penceramah berdiri di sebuah masjid menyampaikah ceramahnya dan kamera menghadap kepadanya…dan siaran langsung termasuk dalam pengharaman, dan yang demikian termasuk gambar. Dan manusia menyebut yang demikian (yaitu siaran langsung) adalah gambar! Maka hal tersebut adalah haram. (Hukmu At Tashwir Dzawatil Arwah 70-71) (*6)
Fatwa-Fatwa Al Lajnah Ad Daimah
1. Pertanyaan: “Jika seandainya saya merantau ke luar negeri dan saya ingin mengirim gambarku kepada keluargaku dan teman-temanku, khususnya kepada istriku, apakah yang demikian ini boleh bagi seseorang, ataukah tidak?” (*7)
Jawaban: “Hadits-hadits yang shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menunjukkan terhadap pengharaman gambar makhluk yang bernyawa dari kalangan bani Adam dan yang selainnya. Maka tidak boleh engkau mengambil gambar dirimu dan engkau kirim gambarmu tersebut kepada keluargamu begitu juga kepada istrimu. Wa billahi at taufiq wa shallallahu ‘alaa nabiyina muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Ketua
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Anggota:
Abdurrozaq Afifi
Abdullah bin Gudhyan
Abdullah bin Qu’ud
2. Pertanyaan: “Apakah memotret dengan kamera haram atau tidak apa-apa bagi pelakunya?” (*8)
Jawaban: “Iya. Menggambar makhluk yang bernyawa dengan kamera dan selainnya haram dan wajib bagi pelakunya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala dan memohon ampun kepadaNya dan menyesal atas apa yang terjadi dan tidak mengulanginya kembali. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Ketua
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Anggota:
Abdurrozaq Afifi
Abdullah bin Gudhyan
Abdullah bin Qu’ud
3. Pertanyaan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam sebuah rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau patung atau anjing.” Apakah termasuk di dalamnya gambar-gambar yang berada di dalam buku-buku dan perlu diketahui bahwa di sampulnya tidak terdapat gambar?” (*9)
Jawaban: “Masuk di dalam keumuman hadits walaupun gambar tidak berada di sampul. Dan tidak termasuk di dalam keumuman hadits kalau gambar kepala dihilangkan atau dihapus. Wa shallallahu ‘alaa nabiyina muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Ketua
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Anggota:
Abdurrozaq Afifi
Abdullah bin Gudhyan
4. Pertanyaan: “Apa hukum mengambil gambar dengan kamera sebagai foto keluarga dan yang semisalnya sebagai kenang-kenangan atau hiburan saja dan bukan untuk yang lain?” (*10)
Jawaban: “Menggambar makhluk hidup haram bahkan termasuk dari dosa-dosa besar. Sama saja apakah pelaku menjadikannya sebagai pekerjaan atau tidak. Dan sama saja apakah gambar berupa ukiran atau lukisan dengan tangan dan yang semisalnya, atau sebaliknya dengan kamera dan yang semisalnya dari alat-alat ataukah berupa pahatan batu atau semisalnya…dan seterusnya. Dan sama saja apakah untuk sebagai kenang-kenangan atau yang selainnya. Dikarenakan hadits-hadits yang datang pada yang demikian. Dan hadits-hadits tersebut umum untuk segala macam proses menggambar dan gambar makhluk hidup. Tidak dikecualikan darinya kecuali yang disebabkan darurat.
Wa billahi at taufiq wa shallallahu ‘alaa nabiyina muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Ketua
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Anggota:
Abdurrozaq Afifi
Abdullah bin Gudhyan
Abdullah bin Qu’ud
Posting Komentar