jam

Minggu, 12 September 2010

gizi dari warna warni sayuran dan buah

Selain
menarik perhatian, warna-warni
pada buah dan sayuran juga
menandakan kandungan gizi di
dalamnya. Sebab masing-
masing warna pada makanan
tersebut dibentuk dari jenis
nutrisi dominan yang berbeda-
beda.
Dikutip dari Canadianliving,
Senin (6/9/2010), beberapa
warna yang menunjukkan
adanya kandungan nutrisi
penting adalah sebagai berikut.
Merah
Warna merah pada tomat
menunjukkan kandungan
likopen, yakni senyawa
antioksidan yang mampu
mengurangi risiko kanker dan
penyakit jantung. Senyawa yang
sama juga bisa diperoleh dari
buah semangka.
Aktivitas likopen dalam tomat
tidak berkurang ketika
dipanaskan, misalnya ketika
dibuat menjadi saus atau
sambal tomat. Penambahan
minyak zaitun ke dalamnya
tidak mengurangi khasiat,
karena likopen merupakan
senyawa yang larut dalam
minyak.
Kandungan lain yang memberi
warna merah pada makanan
adalah antosianin, yang juga
merupakan senyawa
antioksidan. Antosianin bisa
ditemukan pada buah
strawberry, raspberry dan
cranberry.
Hijau
Bukan tanpa alasan jika banyak
ahli kesehatan menganjurkan
untuk banyak mengonsumsi
sayuran hijau. Warna hijau
terbentuk oleh klorofil, senyawa
yang telah terbukti ampuh
melawan kanker.
Beberapa vitamin dan mineral
juga dapat ditemukan dalam
buah dan sayuran hijau. Selada
hijau mengandung vitamin C 6
kali lebih banyak dibanding
selada putih, serta beta karoten
8 kali lebih banyak.
Sementara itu kadar nutrisi
yang terkandung dalam sayuran
dan buah-buahan bisa
diperkirakan dari intensitas
warna hijau. Semakin pekat
atau gelap warna hijaunya,
maka kandungan vitamin dan
mineralnya semakin banyak.
Biru atau abu-abu
Warna biru pada blueberry serta
ungu pada anggur, terung dan
blackberry dibentuk oleh
pigmen yang sama, yakni
antosianin. Senyawa ini juga
banyak ditemukan dalam
minuman fermentasi anggur
merah (red wine) dan diyakini
baik untuk kesehatan jantung.
Blueberry segar lebih banyak
mengandung antosianin, meski
tidak banyak berkurang pada
buah yang telah dibekukan.
Terung juga bisa dibakar atau
dipanggang terlebih dahulu
tanpa banyak kehilangan
kandungan antosianin.
Oranye
Kandungan nutrisi paling
dominan pada buah dan
sayuran berwarna oranye atau
jingga adalah beta dan alfa
karoten. Nutrisi yang bisa
ditemukan pada ubi jalar,
wortel, aprikot, mangga dan
melon jingga ini dikenal juga
sebagai senyawa antikanker.
Karena senyawa ini larut dalam
minyak, penyerapannya dalam
tubuh bisa meningkat jika
dikonsumsi bersamaan dengan
makanan berlemak. Bisa juga
dengan cara dimasak, sebab
pemanasan selama beberapa
menit akan memecah dinding
sel pada sayur dan buah-buahan
lalu membebaskan bentuk
terikat dari senyawa tersebut.

minyak ikan mencegah kanker payudara

Suplemen minyak
ikan tak hanya bagus untuk
maksimalkan tumbuh
kembang anak. Minyak ikan
juga berperan mengurangi
risiko kanker payudara pada
wanita dewasa.
Seperti dikutip dari laman
Daily Mail, penelitian Fred
Hutchinson Cancer Research
Center di Seattle
mengungkap, konsumsi
minyak ikan secara teratur
dapat mengurangi risiko
kanker payudara hingga
sepertiga.
Penelitian terhadap 35.000
wanita menemukan bahwa
mereka yang secara teratur
mengonsumsi suplemen
minyak ikan memiliki risiko
32 persen lebih rendah
terserang penyakit ini.
Kandungan asam lemak
omega 3 di dalamnya
bermanfaat mengurangi
pengembangan tumor di
lapisan payudara.
Jenis tumor yang tumbuh
dalam sel-sel yang melapisi
saluran payudara itu, 80
persen menjadi penyebab
dari 45.000 kasus kanker
payudara yang didiagnosa di
Britania setiap tahunnya.
Dr Emily White, yang
memimpin penelitian
mengatakan, "Mungkin
jumlah asam lemak omega-3
dalam suplemen minyak ikan
lebih tinggi daripada asam
lemak omega 3 dari makanan
lain. ” UK Food Standards
Agency
menyarankanmengonsumsi
minyak ikan setidaknya satu
porsi minyak ikan seminggu.
Selama ini, minyak ikan
dikenal manfaatnya bagi
kesehatan dan peningkatan
kualitas otak. Dan, baru kali
ini minyak ikan dihubungkan
dengan kemungkinan
penurunan kasus kanker
payudara. "Hal ini sangat
jarang terjadi, studi tunggal
ini harus digunakan sebagai
acuan studi yang lebih
komprehensif," Edward
Giovannucci, profesor gizi
dan epidemiologi di Harvard
School of Public Health,
menambahkan.