jam

Rabu, 21 Januari 2009
IKAN SERKO
Sudahkah Anda Tahu??
Edisi Bulan Januari 2009 No. 1
Ikan Serko (Channa melasoma)
Ikan Serko atau ikan bakak (Malaysia), atau black snakehead termasuk familia Chanidae, ordo Perciformes. Memiliki ciri panjang sirip dada sama dengan jarak antara bagian belakang mata ke tutup insang; tidak ada gigi bentuk taring pada vomer dan valatum; 4-4½ sisik antara gurat sisi dan bagian depan pangkal jari-jari sirip punggung (Kottelat et al., 1993). Ikan ini dapat mencapai ukuran 90 cm. Dapat ditemukan di Sungai Chao Phraya River, Thailand; Sungai Mekong Cambodia, sungai-sungai di Sumatra bagian tenggara; sungai di Kalimantan bagian barat, terutama di Sungai Kapuas; Bangka dan Belitung; dan Kepulauan Palawan, Philippina. Penyebaran di DAS Musi sering ditemukan di Ogan Komering Illir (Utomo et al., 2007). Biasanya hidup di perairan yang tenang, rawa yang berpelindung, anak sungai di hutan yang bening, dengan dasar perairan berlumpur dan serasah. Tetapi dapat juga ditemukan di perairan yang keruh, dan perairan yang agak masam (pH 5-5.3). Ikan ini dapat ditemukan juga di bagian tengah sungai dan memiliki kemampuan berpindah melalui daratan.
Ikan Serko aktif di waktu malam, merupakan jenis ikan karnivora dengan makanan utama adalah ikan yang berukuran lebih kecil dari bukaan mulutnya. Juga memangsa reptil kecil, kepiting dan insekta. Puncak pemijahan pada awal musim hujan. Reproduksi biasanya dengan membangun sarang, dan hanya satu yang menjaga telur dan anakannya.
Merupakan jenis ikan konsumsi dengan harga di pasaran sedang atau di bawah harga jual ikan gabus. Biasanya ikan ini tertangkap menggunakan pancing, atau bubu. Ikan yang sering tertangkap berukuran sekitar 20-25 cm.
Narasumber: Tim Peneliti BRPPU
Penulis: Dina Muthmainnah, M.Si.
Edisi Bulan Januari 2009 No. 1
Ikan Serko (Channa melasoma)
Ikan Serko atau ikan bakak (Malaysia), atau black snakehead termasuk familia Chanidae, ordo Perciformes. Memiliki ciri panjang sirip dada sama dengan jarak antara bagian belakang mata ke tutup insang; tidak ada gigi bentuk taring pada vomer dan valatum; 4-4½ sisik antara gurat sisi dan bagian depan pangkal jari-jari sirip punggung (Kottelat et al., 1993). Ikan ini dapat mencapai ukuran 90 cm. Dapat ditemukan di Sungai Chao Phraya River, Thailand; Sungai Mekong Cambodia, sungai-sungai di Sumatra bagian tenggara; sungai di Kalimantan bagian barat, terutama di Sungai Kapuas; Bangka dan Belitung; dan Kepulauan Palawan, Philippina. Penyebaran di DAS Musi sering ditemukan di Ogan Komering Illir (Utomo et al., 2007). Biasanya hidup di perairan yang tenang, rawa yang berpelindung, anak sungai di hutan yang bening, dengan dasar perairan berlumpur dan serasah. Tetapi dapat juga ditemukan di perairan yang keruh, dan perairan yang agak masam (pH 5-5.3). Ikan ini dapat ditemukan juga di bagian tengah sungai dan memiliki kemampuan berpindah melalui daratan.
Ikan Serko aktif di waktu malam, merupakan jenis ikan karnivora dengan makanan utama adalah ikan yang berukuran lebih kecil dari bukaan mulutnya. Juga memangsa reptil kecil, kepiting dan insekta. Puncak pemijahan pada awal musim hujan. Reproduksi biasanya dengan membangun sarang, dan hanya satu yang menjaga telur dan anakannya.
Merupakan jenis ikan konsumsi dengan harga di pasaran sedang atau di bawah harga jual ikan gabus. Biasanya ikan ini tertangkap menggunakan pancing, atau bubu. Ikan yang sering tertangkap berukuran sekitar 20-25 cm.
Narasumber: Tim Peneliti BRPPU
Penulis: Dina Muthmainnah, M.Si.
Rabu, 14 Januari 2009
Laut Menyerap Karbon Lebih Besar
Laut Menyerap Karbon Paling Besar
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi,; potensi laut menyerap CO2 dapat lebih tinggi dibanding hutan. Melalui berbagai organism laut yang melimpah seperti terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun serta biota kecil seperti plankton atau mikro alga, ekosistem laut ternyata berkemampuan dan menjadi solusi menghadapi fenomena global warming.
Bapak menteri memaparkan, laut menyerap CO2 dari atmosfer dalam jumlah yang sangat besar sekitar 245,6 juta ton per tahun atau seperempat CO2 yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil, kemudian disimpan di laut. Bahkan, laut Indonesia dengan terumbu karang mencapai 75.000 kilometer serta 6,7 juta hektare kawasan konservasi laut berkontribusi menyerap 43,6% karbon dioksida (CO2) dunia. Di beberapa bagian laut, CO2 yang tersimpan hingga berabad-abad berperan sangat besar mengurangi pemanasan global.
Kemampuan laut menyerap CO2 akan berkurang jika ekosistem laut semakin mengalami kerusakan. Indonesia yang memiliki wilayah lautan 70% dari total wilayahnya tentunya memiliki kandungan biomassa yang jauh lebih banyak. Kekayaan ekosistem laut Indonesia berprospek sebagai alternatif menekan pemanasan global dan perubahan iklim di masa mendatang, meskipun sampai sekarang belum mendapatkan perhatian khusus.
Jika karang dan plankton terpelihara, maka akan memiliki kontribusi untuk serap CO2 lebih besar dari hutan.
Menurut Dr. Suharsono (Kepala Puslit Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), CO2 dalam udara ini, bisa masuk ke laut melalui proses alam. Plankton diibaratkan hutan di darat, dapat menyerap CO2 melalui proses asimilasi, dan fotosintesa.“ Plankton ini akan menangkap CO2 di udara, kemudian diturunkan di laut,. Demikian pula, karang yang hidup di dalam cangkang karang, akan bersimbiosis dengan algae hijau untuk menyerap CO2. 'Cuma bedanya CO2 dalam karang didepositkan sendiri menjadi karang keras atau CaCO3.
Proses pelepasan kembali CO2 ke udara , bisa melalui dua cara, yaitu proses respirasi (pernafasan) yang berlangsung terus menerus. Selain itu, melalui karang yang mendepositkan CO2 dalam bentuk sel, atau lainnya. 'Proses pelepasan CO2 dari karang biasanya sangat lambat.
Pada perairan dangkal yang teradapat ekosistim terumbu dan karang sebagai hewan berlaku sebagai sink.
Dalam karang mempunyai zooxanthellae yang bersifat menyerap dan mengeluarkan karbon. Zooxanthellae hidup berdiam didalam kulit terumbu karang CaCo3 pada proses kalsifikasi disimpan oleh karang pada cangkangnya.
Penelitian Ahmad Subki, menjelaskan pada tahun 1995 rata-rata perairan Indonesia melepaskan gas CO2 hingga 2 mol CO2 m-2 per tahun, dan selanjutnya terjadi trend peningkatan daya serap oleh laut pada tahun 2004 mencapai 0,5 mol CO2 m-2 per tahun.
Untuk memprediksi kemampuan laut Indonesia dalam menyerap CO2 hingga tahun 2100, dalam studi ini diaplikasikan dua skenario, yaitu skenario dasar (skenario B2 IPCC) dan skenario mitigasi (skenario berdasarkan Protokol Kyoto), dimana pada skenario mitigasi konsentrasi CO2 lebih rendah dari skenario dasarnya.
Pada skenario dasar, hasil prediksi menunjukkan pada tahun 2050 perairan Indonesia mampu menyerap secara optimum hingga -15 mol CO2 m-2 per tahun.
Setelah tahun 2050 diperkirakan daya serap laut mulai menurun kembali karena konsentrasi CO2 di atmosfer diperkirakan menurun hingga tahun 2100.
Sedangkan pada skenario mitigasi, trend laut Indonesia menyerap CO2 lebih rendah dibandingkan dengan skenario dasar.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi,; potensi laut menyerap CO2 dapat lebih tinggi dibanding hutan. Melalui berbagai organism laut yang melimpah seperti terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun serta biota kecil seperti plankton atau mikro alga, ekosistem laut ternyata berkemampuan dan menjadi solusi menghadapi fenomena global warming.
Bapak menteri memaparkan, laut menyerap CO2 dari atmosfer dalam jumlah yang sangat besar sekitar 245,6 juta ton per tahun atau seperempat CO2 yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil, kemudian disimpan di laut. Bahkan, laut Indonesia dengan terumbu karang mencapai 75.000 kilometer serta 6,7 juta hektare kawasan konservasi laut berkontribusi menyerap 43,6% karbon dioksida (CO2) dunia. Di beberapa bagian laut, CO2 yang tersimpan hingga berabad-abad berperan sangat besar mengurangi pemanasan global.
Kemampuan laut menyerap CO2 akan berkurang jika ekosistem laut semakin mengalami kerusakan. Indonesia yang memiliki wilayah lautan 70% dari total wilayahnya tentunya memiliki kandungan biomassa yang jauh lebih banyak. Kekayaan ekosistem laut Indonesia berprospek sebagai alternatif menekan pemanasan global dan perubahan iklim di masa mendatang, meskipun sampai sekarang belum mendapatkan perhatian khusus.
Jika karang dan plankton terpelihara, maka akan memiliki kontribusi untuk serap CO2 lebih besar dari hutan.
Menurut Dr. Suharsono (Kepala Puslit Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), CO2 dalam udara ini, bisa masuk ke laut melalui proses alam. Plankton diibaratkan hutan di darat, dapat menyerap CO2 melalui proses asimilasi, dan fotosintesa.“ Plankton ini akan menangkap CO2 di udara, kemudian diturunkan di laut,. Demikian pula, karang yang hidup di dalam cangkang karang, akan bersimbiosis dengan algae hijau untuk menyerap CO2. 'Cuma bedanya CO2 dalam karang didepositkan sendiri menjadi karang keras atau CaCO3.
Proses pelepasan kembali CO2 ke udara , bisa melalui dua cara, yaitu proses respirasi (pernafasan) yang berlangsung terus menerus. Selain itu, melalui karang yang mendepositkan CO2 dalam bentuk sel, atau lainnya. 'Proses pelepasan CO2 dari karang biasanya sangat lambat.
Pada perairan dangkal yang teradapat ekosistim terumbu dan karang sebagai hewan berlaku sebagai sink.
Dalam karang mempunyai zooxanthellae yang bersifat menyerap dan mengeluarkan karbon. Zooxanthellae hidup berdiam didalam kulit terumbu karang CaCo3 pada proses kalsifikasi disimpan oleh karang pada cangkangnya.
Penelitian Ahmad Subki, menjelaskan pada tahun 1995 rata-rata perairan Indonesia melepaskan gas CO2 hingga 2 mol CO2 m-2 per tahun, dan selanjutnya terjadi trend peningkatan daya serap oleh laut pada tahun 2004 mencapai 0,5 mol CO2 m-2 per tahun.
Untuk memprediksi kemampuan laut Indonesia dalam menyerap CO2 hingga tahun 2100, dalam studi ini diaplikasikan dua skenario, yaitu skenario dasar (skenario B2 IPCC) dan skenario mitigasi (skenario berdasarkan Protokol Kyoto), dimana pada skenario mitigasi konsentrasi CO2 lebih rendah dari skenario dasarnya.
Pada skenario dasar, hasil prediksi menunjukkan pada tahun 2050 perairan Indonesia mampu menyerap secara optimum hingga -15 mol CO2 m-2 per tahun.
Setelah tahun 2050 diperkirakan daya serap laut mulai menurun kembali karena konsentrasi CO2 di atmosfer diperkirakan menurun hingga tahun 2100.
Sedangkan pada skenario mitigasi, trend laut Indonesia menyerap CO2 lebih rendah dibandingkan dengan skenario dasar.
Selasa, 06 Januari 2009
Langganan:
Postingan (Atom)